Judul : Lolong Lelaki Lansia
Penulis : S. N. Ratmana
Penerbit : FLP Tegal Self Publishing
Tahun : 2011
Tebal : 240 halaman
Harga : Rp. 30.000
Peresensi : M Samsul Hadi
Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air adalah dengan kembali melihat atau membaca sejarah perjuangannya. Seiring berjalannya waktu, selain krisis ekonomi, ternyata kita juga mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan dan tanah air. Ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya, apa lagi jika kita menengok apa yang telah di sampaikan oleh Habib Lutfi Bin Yahnya. Bahwa, hancurnya suatu bangsa adalah dengan menjauhkan kepercayaan rakyatnya terhadap pemimpin dan bangsa itu sendiri.
Membaca buku Lolong Lelaki Lansia karya R. N. Ratmana, jika di perkenankan rasanya saya ingin bersumpah, bahwa ada beberapa kalimat yang menggetarkan sanubari dan meneteskan air mata. Kisah perjuangan para pahlawan yang sedemikian susahnya demi kemerdekaan yang bukan hanya untuk dirinya sendiri. Melainkan juga untuk anak turunnya, tak lain termasuk juga kita. Para pahlawan itu merelakan harta bendanya untuk perjuangan, bahkan ada juga yang merelakan nyawanya, terbunuh lalu dibuang jazadnya ke sungai, diperlakukan seperti bangkai binatang. Hal ini diceritakan pada halaman 118 hingga 119. Yaitu kisah tragis yang berujung penembakan terhadap seorang yang bernama Pak Carmad. Sangat ironis jika dikemudian hari, kita sebagai penerus estafet perjuangan para pahlawan justru bersikap sebaliknya. Tidak menghormati perjuangan beliau dengan lebih suka terhadap kebudayaan bangsa lain.
Satu hal yang juga sangat istimewa dalam buku Lolong Lelaki Lansia adalah, ketika membaca buku itu berarti secara tidak langsung kita juga sedang membuka lembaran-lembaran catatan yang usianya sudah sangat tua sekali. Ini sesuai dengan yang ada di halaman 9. “Hadirin jadi sadar betapa tuanya buku ini. Karenanya, mereka mengagumi kecermatan kakek menyimpan dokumen itu. Lebih dari itu, mereka mengharap buku itu dilestarikan agar diwariskan dan dibaca oleh generasi muda.
Tiga bab berikut ini, yaitu bab 1, 2 dan 3 adalah bagian dari buku harian kakek sesudah ditata ulang oleh Ayah dan Ibu, termasuk ejaannya. Silakan baca!”
Begitu juga dengan susunan kisahnya, sangat pintar dan cerdas dalam peletakannya. Pada bab 1 mengisahkan perjalan seorang yang bernama Yayat yang mengungsi bersama keluarga ke Kota Pekalongan, tanpa diceritakan dengan detail tetang kiprah perjuangan Bapak Muhammad Thayib Soepeno hingga akhirnya beliau ditangkap oleh tentara Belanda. Namun setelah sedikit lelah membaca bab 2, kita akan kembali menemukan kegairahan di bab 3. Karena di situ diceritakan secara jelas tentang penyebab mereka mengungsi ke Kota Pekalongan. Serta penyebab Bapak mereka yaitu Bapak Muhammad Thayib Soepeno tidak dapat mendampingi keluarganya hingga ke Kota Pekalongan, karena terlebih dulu beliau tertangkap oleh tentara Belanda. Lalu perjalanan pun didamping oleh Wak Parto, yang justru secara lebih jelas diceritakan karakter dan wataknya pada bab 1. Di sini pembaca diajak untuk mengingat kembali siapa itu Wak Parno. Sangat sesuai dengan buku ini, bahwa dengan membacanya berarti kita sedang diajak oleh penulis untuk tidak melupakan begitu saja peristiwa di masa lalu.
Kisah dalam novelet ini masih sangat jarang kita dengar, masyarakat Pekalongan maupun kita yang sudah pernah melihat tugu pencongan dan Monumen 3 Oktober 1945 di Jalan Pemuda itu pun belum tentu tahu sejarah berdirinya. Bahkan yang berbahaya adalah, jika dikemudian hari anak cucu kita sudah tidak lagi mengetahui sejarah perjuangan bangsanya, sebab sudah tidak ada lagi bukti-bukti yang otentik atau bangunan bersejarah yang lain. Mereka nantinya akan menganggap bahwa tokoh-tokoh atau para pahlawan hanyalah nama-nama dari hasil isapan jempol saja. Menganggap mereka hanyalah fiktif belaka. Lewat buku Lolong Lelaki Lansia inilah R. N. Ratmana mengajak kita untuk mengetahui sejarah yang selama ini belum kita ketahui, sebuah novelet yang ditulis berdasarkan pada kenyataan dan sumber yang akurat. Meyakinkan kepada kita, bahwa bangsa ini adalah bangsa yang bermartabat dengan semangat perjuangan.